Kamis, 28 Mei 2015

AL-QALASADI dalam PI PA LANDA (Ping Para Lan Suda)



AL-QALASADI dalam PI PA LANDA (Ping Para Lan Suda)
            PI PO LONDO adalah suatu sebutan dari orang Jawa untuk beberapa symbol matematika yaitu perkalian (PING),pembagian (PORO),penjumlahan (LAN),dan pengurangan (SUDA). Tapi asal kalian tahu bahwa PI PO LONDO bukan di temukan oleh orang Jawa , melainkan di temukan oleh orang Arab yang berbangsa Spanyol,beliau bernama Al-Qalashadi. Tentu kita bisa bayangin kalau yang menemukan PI PO LONDO adalah orang jawa mungkin penemunya Bapak Slamet yang biasa di panggil Sela atau bisa juga bernama Ibu Cariyah panggilanya Caca.
            Al-Qalasadi,itulah nama akrab Beliau. Nama lengkap Beliau adalah Abu Al-Hasan Ali Muhammad bin Khurashi Al-Basri, Ia dilahirkan di Spanyol,tepatnya di daerah Baza (basta) pada abad ke XV. Selain terkenal sebagai ahli matematika  Beliau juga dikenal sebagai ahli hukum.
            Konstribusi Al-Qalasadi dalam mengembangkan matematika sungguh sangat tak ternilai. Ia sang matematikus Muslim abad ke-15, tanpa beliau tentu kalian bisa bayangin mungkin aku, kalian tidak mengenal symbol-simbol ilmu hitung.Jasa Beliau dalam mengembangkan matematika sungguh sangat tak ternilai. Simbol-simbol tersebut pertama kali di kebangkan pada abad ke-14 oleh Ibnu Al-Banna. Kemudian pada abad ke-15 dikembangkan oleh Al-Qalasadi. Beliau memperkenalkan symbol-simbol matematika dengan menggunakan karakter dari Alpabet Arab.Ia menggunakan Wa yang berarti “dan” untuk penambahan (+), untuk pengurangan (-) Beliau mengguneken Min yang berarti “kurang”. Sedangkan untuk perkalian (X) Ia menggunakan Fi yang berarti “kali”, dan untuk pembagian (/) Beliau menggunakan Ala yang berarti “bagi”.

            Aplikasi penggunaan symbol-simbol tersebut sangatlah banyak,terutama dalam ilmu hitung. Sungguh besar jasa beliau dalam dunia matematika.Dan pada akhirnya  beliau wafat pada ! Desember 1486 atau bertepatan 15 Dzulhijjah 891 H di Ifkriya, Bedja

Minggu, 24 Mei 2015

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM DUNIA PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
            Peranan  dunia  pendidikan  terhadap  anak  berkebutuhan  khusus  semakin meningkat.  Hal  ini  dikarenakan  jumlah  anak  yang  mengalami  masalah  psiko-emosional  meningkat,  kesadaran  yang  meningkat  dari  berbagai  pihak,  dan penelitian serta pelatihan yang mendukung. Terdapat sekitar 20% lebih anak yang berusia 10-15  tahun di negara-negara Barat mengalami masalah psiko-emosional (Henning  Rye,  2007).  Sindroma  down  merupakan  kelainan  yang  paling  sering terjadi.  Angka  kejadian  kelainan  ini  mencapai  1  dalam  1000  kelahiran.
            Di Indonesia, prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa. Saat  ini,  telah  tersedia  program  intervensi  dini  berupa  tempat pengasuhan/kelompok  bermain  dan  berbagai  strategi  pendidikan  khusus terintegrasi  yang memungkinkan  anak  lebih  berpartisipasi  aktif  dalam  kegiatan belajar. Model  pendidikan  terbaru  telah  meningkatkan  penekanan  atas  kualitas interaksi  di  sekolah  inklusif  antara  guru  dan  para  pihak  berkepentingan  seperti orang tua siswa dan administrator. Sementara itu, interaksi yang berkualitas dalam proses pembelajaran merupakan representasi dari cara  terbaik dalam menghadapi anak. Namun,  proses  pembelajaran  itu  tidak  terlepas  dari  kerangka  awal pendidikan  secara  umum,  yaitu mengacu  kepada  kurikulum  dan  program  yang terpadu bagi semua siswa.
I.2 RUMUSAN MASALAH
         Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana cara memberi pemahaman kepada orang tua siswa untuk memahami anaknya yang ABK ?
  2. Apakah harus di dalam sekolah inklusi memiliki beberapa guru pedamping? Sedangkan guru yang berada di lingkungan tersebut sudah memiliki ijazah PLB?
I.3 TUJUAN
Tujuan :
  1. Meningkatkan wawasan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
  2. Menjabarkan pengertian berbagai kategori anak berkebutuhan khusus sesuai dengan hasil kunjungan atau observasi.
  3. Mengidentifikasi cirri-ciri berkebutuhan khusus sesuai kategorinya. 




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    TUNANETRA
a.      Pengertian Tunanetra
Secara harafiah tunanetra berasal dari dua kata, yaitu: a) Tuna (tuno:Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu tidak memiliki dan b) Netra (netro:Jawa) yang berarti mata. Namun demikian kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata, baik anatomis maupun fisiologis.
Secara umum, istilah tunanetra digunakan untuk menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat sampai pada yang sangat berat, yang dikelompokkan secara umum menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low vision), buta (blind), dan buta total (totally blind). Perlu anda pahami bahwa kerusakan yang terjadi pada organ penglihatan (mata) dapat meliputi kerusakan yang ringan sampai yang sangat berat. Anak yang memilki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia) masih dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata dan bisa mengikuti pendidikan seperti anak yang lainnya, secara umum tidak dikelompokkan pada tunanetra.

B.     KLASIFIKASI TUNANETRA
      
1.         Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan (Visus)
       a)        Tingkat ketajaman 20/20 feet – 20/50 feet (6/6 m – 6/16 m)
Pada tingkat ketajaman penglihatan ini masih digolongkan tunanetra taraf ringan dan masih dapat mempergunakan mata relatif secara normal. Kemampuan pengamatan visual masih cukup baik dan dapat mempergunakan alat bantu pendidikan secara normal.


       b)       Tingkat ketajaman 20/70 feet – 20/200 feet (6/20 m – 6/60 m)
Istilah tunanetra kurang lihat (low vision) ada pada tingkat ketajaman ini. Dengan memodifikasi obyek atau benda yang dilihat atau menggunakan alat bantu penglihatan tunanetra masih terkoreksi dengan baik, disebut juga tunanetra ringan (partially sight).
       c)        Tingkat ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih)
Ketunanetraan sudah digolongkan tingkat berat dan mempunyai taraf ketajaman penglihatan: a). Tunanetra masih dapat menghitung jumlah jari tangan pada jarak enam meter, b). Tunanetra mampu melihat gerakan tangan dari instruktur, c). Tunanetra hanya dapat membedakan terang dan gelap.
       d)       Tingkat ketajaman 0 (visus 0)
Adalah mereka yang buta total yang sama sekali tidak memiliki rangsangan cahaya bahkan tidak bisa membedakan terang dengan gelap.

2.         BERDASARKAN SAAT TERJADINYA
       a)        Tunanetra sejak dalam kandungan (prenatal)
Hal ini terjadi pada kasus ibu hamil yang menderita penayakit menular ke janin, saat hamil terjatuh, terjadi keracunan makanan atau obat-obatan ketika sedang mengandung, karena serangan virus misalnya taxoplasma, atau orang tua yang menurunkan kelainan (hereditar).
       b)       Tunanetra terjadi pada saat proses kelahiran (natal)
Kelainan tunanetra yang mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat proses kelahiran, misalnya: anak sungsang, proses kelahiran yang lama sehingga bayi terjepit atau kurang oksigen atau karena bantuan alat kelahiran berupa penyedotan atau penjepitan.
       c)        Tunanetra terjadi setelah kelahiran (postnatal)
Dapat terjadi dari bayi (setelah lahir) hingga dewasa, hal ini dapat sisebabkan oleh misalnya kecelakaan benturan, trauma (listrik, kimia, suhu atau sinar yang tajam), keracunan, penyakit akut yang diderita.



3.      BERDASARKAN ADAPTASI PENDIDIKAN
Klasifikasi tunanetra ini tidak didasarkan pada hasil tes ketajaman penglihatan, tetapi didasarkan pada adaptasi/penyesuaian pendidikan khusus yang sangat penting dalam membantu mereka belajar atau diperlukan dalam membantu layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu sebagai berikut:
     a)    Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability)
Pada taraf ini, mereka dapat melakukan tugas-tugas visual yang dilakukan oleh orang “awas” dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup.
      b)     Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability)
Pada taraf ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas-tugas visual.
      c)      Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability)
Pada taraf ini mereka mendapat kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan menulis huruf “awas”. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai alat pendidikan sehingga indra peraba dan pendengaran memgang peranan penting dalam menempuh pendidikannya. 

C.     PENYEBAB TERJADINYA TUNANETRA
            1.   Faktor Internal
Faktor internal merupakan penyebab ketunanetraan yang timbul dari dalam diri individu, yang sering disebut juga faktor keturunan. Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan antarkeluarga dekat dan perkawinan antartunanetra.

            2.      Faktor Eksternal
       a)        Penyakit rubella dan syphilis
Rubella atau campak Jerman merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang sangat berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis. Apabila seoarng ibu terkena rubella pada tri semester pertama (3 bulan pertama) maka virus tersebut dapat merusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada mata, telinga atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra  atau tuna rungu atau berkelainan lainnya. Demikian juga dengan  syphillis (penyakit yang menyerang alat kelamin), apabila penyakit itu terjadi pada ibu hamil maka akan merambat kedalam kandungan sehingga dapat menimbulkan kelainan pada bayi yang dikandungnya atau bayi tersebut akan terkena penyakit ini sewaktu dilahirkan. 
       b)       Glaukoma (Glaucoma)
Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang berlebihan pada bola mata. Hal itu terjadi karean struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat pembentukannya dalam kendungan. Kondisi ini ditandai dengan pembesaran bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata, dan merasa silau.
       c)        Retinopati diabetes (Diabetic retinopathy)
 Retinopati diabetes merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam siplai/aliran darah pada retina. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penyakit diabetes.
       d)       Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina, dan sering ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai antara lain, menonjolnya bola mata, adanya bercak putih pada pupil, strabismus (juling), glaukoma, mata sering merah, atau penglihatannya sering menurun.
       e)        Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi. Dengan vitamin A, tubuh lebih efisien dalam menyerap protein yang dikonsumsi. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya, yaitu kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya (rabun senja) dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak, akan tampak lipatan [ada konjungtiva bulbi. Dalam keadaan ini parah hal tersebut dapat merusak retina, dan apabila dibiarkan akan terjadi ketunanetraan.
       f)         Terkena zat kimia
Di samping memberikan manfaat bagi manusia, zat-zat kimia juga dapat merusak apabila penggunaanya tidak hati-hati. Zat kimia tertentu, seperti zat etanol dan aseton, apabila mengenai kornea, akan mengakibatkan mata kering dan terasa sakit. Selain itu zat-zat lain, seperti asam sulfat dan asam tannat yang mengenai kornea akan menimbulkan kerusakan bahkan mengakibatkan ketunanetraan.
       g)        Kecelakaan
Kecelakaan menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan ketunanetraan apabila kecelakaan tersebut mengenai mata atau saraf mata. Benturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan bahkan ketunanetraan.

4.      CIRI-CIRI TUNANETRA
·         Mata merah secara terus-menerus.
·         Mata kelihatan menjijihkan, berkerut, suram, sakit, atau mempunyai problem nyata lainnya.
·         Salah satu atau kedua pupilnya kelihatan abu-abu atau memutih.
·         Mata tidak dapat mengikuti objek dan cahaya yang bergerak di depannya. Hal ini dapat dideteksi sejak usia tiga bulan.
·         Sejak usia tiga bulan, anak tidak dapat menggapai sesuatu yang terdapat di depannya, kecuali kalau objek tersebut bersuara atau dapat teraba.
·         Arah mata menyeberang atau satu membelok ke dalam dan satu lagi keluar, atau bergerak berlainan arah satu dari yang lain.
·         Anak sering berkedip atau separo kelopak mata menutup matanya.
·         Pada waktu bergerak atau berjalan dengan anak lain, anak perlahan-lahan menggunakan tangannya
·         Apabila berjalan sendiri sering tersandung dan menabrak sesuatu atau kelihatan kagok.
·         Anak tertarik objek, gambar, dan buku yang menyolok warnanya, atau meletakkan barang-barang tersebut sangat dekat dengan mukanya.
·         Di sekolah anak tidak dapat membaca tulisan di papantulis, atau tidak dapat membaca tulisan pada buku.
·         Cepat capek atau sakit kepala pada waktu membaca.
·         Mempunyai kesulitan melihat setelah mal
5.      CARA MEMBIMBING ANAK
Program bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
1. Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun
dari sisi interaksi orang per-orang.
2. Menumbuhkembangkan perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3. Melatih kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman
kognitif, afektif dan psikomotornya.
4. Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal
yang tidak ia temui ketika berada di rumah.
5. Menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan
kontak.
6. Melatih mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan
dilakukan dengan teman sebaya.
7. Memberikan pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan
yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat
berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian
individu.
8. Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal ini
dapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang
berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang
dewasa.







BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN

A.    PENUTUP
            Pada  prinsipnya,  anak  berkebutuhan  khusus  dapat  belajar  di  sekolah umum. Namun, dalam melaksanakan pembelajarannya dibutuhkan keterampilan interaksi yang berkualitas bagi pihak guru terhadap anak maupun orang tua. Anak  berkebutuhan  khusus  memiliki  permasalahan  yang  khas dibandingkan   dengan   anak-anak   normal   lainnya.   Guru   perlu   memahami bagaimana menyikapi permasalahan tersebut terutama untuk anak yang menderita tunanetra.. Tidak selamanya guru bersikap demokratis. Dalam konsep interaksi terhadap anak, diperlukan ketegasan yang disebut dengan sikap otoritatif. Sikap ini ditandai dengan cara dewasa dalam memperlakukan anak sesuai dengan nilai-nilai dan pribadi guru yang professional.
            Pengembangan program bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum pada prinsipnya sama. Walaupun ada beberapa hal yang menjadi perhatian, misalnya dalam program remedial dan pengayaan serta layanan individual. Lebih jelasnya lagi, guru perlu memahami perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sebagai unjuk kerjanya di sekolah. Dengan demikian, di satu  sisi  guru  dapat  menjalankan  kewajibannya, di  sisi  lain  otoritas dan  hak pribadinya muncul.


B.     KESIMPULAN

                Anak berkebutuhan khusus (ABK) harus kita bimbing dengan benar dan harus dengan kesabaran sesuai keahlian yng dimiliki oleh pembimbing masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Purwaka. 2007. Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra aktifitas dalam pembelajaran pada sistem pendidikan inklusif. Jakarta : departemen Pendidikan Nasional
Hadi, Purwaka. 2007. Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra aktifitas dalam pembelajaran pada sistem pendidikan inklusif. Jakarta : departemen Pendidikan Nasional

http://chiechie-rezkyq.blogspot.com/2012/06/makalah-anak-berkebutuhan-khusus.html

Rabu, 20 Mei 2015

AZAZ DAN PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
Seorang pendidik hendaknya memiliki suatu prinsip dalam melakukan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik hendaknya dituntut untuk memahami prinsip-prinsip ini agar terwujudnya suatu proses pembelajaran yang kondusif, nyaman, dan bisa berkenan didalam hati para siswa yang di ajarnya.
Sejauh ini banyak para pengajar kurang menegakkan prinsip-prinsip ini dalam melakukan belajar dan pembelajaran sehingga membuat proses belajar dan pembelajaran ini menjadi kurang baik dan para siswa pun menjadi kurang dalam menangkap isi dari pelajaran yang diajarkan. Sehingga dibutuhkannya updateing kepada para pengajar agar kembali memegang teguh prinsip-prinsip belajar dan pengajaran sehingga dapat menguasai, mensuport dan memotivasi para siswa agar mau belajar.

1.2              RUMUSAN MASALAH
                                 1.         Apa saja yang menjadi prinsip prinsip dalam belajar dan pembelajaran ?
                                 2.         Bagaimana membentuk suatu siswa yang memiliki kepribadian baik ?

1.3              TUJUAN
Dapat mengetahui prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran, mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, dekimian seterusnya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1        PRINSIP – PRINSIP BELAJAR
Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
                       1.         Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984 : 335).
Di samping  perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi dibedakan menjadi dua:
a)      Motif Intrinsik
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
b)      Motif Ekstrinsik
Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyerta. Contohnya siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan dikarenakan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
                       2.         Keaktifan
Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
     Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses balajar mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.
                       3.         Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “learning by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
                       4.         Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat mengkhayal merasakan, berpikir, dan sebagainya.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thomdike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
                       5.         Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahawa siswa dalam situasi belajar berada dala suatu medan atau lapangan psikologi. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, dekimian seterusnya.
                       6.         Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya Thorndike.
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning.
Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan.
                       7.         Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya:
Ø  Penggunaan metode atau strategi belajar – mengajar yang bervariasi.
Ø  Penggunaan metode instruksional.
Ø  Memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi anak – anak yang kurang.
Ø  Dalam memberikan tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dn kemampuan siswa.
Ø  Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.

2.2        IMPLIKASI PRINSIP – PRINSIP BELAJAR BAGI SISWA
Siswa sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apa pun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip-prinsip belajar.
1.    Perhatian dan Motivasi
   Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua ransangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatian kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk ransangan suara, warna, bentuk, gerak, dan ransangan lainnya yang dapat diindra.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus-menerus.
2.    Keaktifan
Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa terwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, membuat karya tulis, menganalisi percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
3.    Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Hal apa pun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan, perilaku sejenis lainnya.
4.    Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, perilaku sejenis lainnya.
5.    Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses, dan mengolah pesan. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri atau mencari tahi pemecahan suatu masalah.
6.    Balikan dan Penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu mamiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Untuk memperoleh balikan penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban denga kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek.


7.    Perbedaan Individual
          Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Implikasi adanya prinsip perbedaan individual bagi siswa diantaranya adalah menentukan tempat duduk dikelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. 

2.3        IMPLIKASI PRINSIP – PRINSIP BELAJAR BAGI GURU
Guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi dari adanya prinsip-prinsip belajar ini.implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru tertampak pada rencana pembelajaran maupun pelaksananaan kegiatan pembelajarannya. Implikasi prinsisp-prinsip belajar bagi guru terwujud dalam prilaku fisik dan pisikis mereka. Kesadaran adanya prinsip-prinsip belajar yang terwujud dalam prilaku guru, dapat diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang terselenggarakan.
1.         Perhatian dan Motivasi
Guru sejak merencanakan kegiatan pembelajarannya sudah memikirkan prilkunya terhadap  siswa sehingga dapat menarik perhatian dan menimbulkan motivasi siswa untuk belajar. Implikasi prinsip perhatian bagi guru tertampak pada prilaku-prilaku sebagai berikut:
a.       Guru menggunakan metode yang bervariasi
b.      Guru menggunakan media sesuai denga tujuan dan meteri pembelajaran
c.       Guru menggunakan bahasa yang tidak monoton
d.      Guru menggunakan pertanyaan – pertanyaan yang membimbing   ( direction question )
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru tertampak pada pada perilaku-prilaku yang diantaranya adalah:
a.       Memilih bahan ajar sesuai dengan minat siswa.
b.      Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa.
c.       Mengoreksi dan memberitahukan hasil pekerjaa siswa sesegera mungkin
d.      Memberikan pujian verbal dan non-verbal terhadap siswa.
e.       Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari
Perilaku yang merupakan implikasi prinsip perhatian dan motivasi bagi guru dapat tertampak lebih dari satu perilaku dalam suatu kegiatan pembelajaran.
2.         Keaktifan
Peran guru mengorganisaikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa  berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Hal ini berarti pula kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif  maencari, memperoleh, dan mengelola perolehan belajar. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka guru diantaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
a.       Menggunakan multimetode dan multimedia
b.      Memberikan tugas secara individual dan kelompok
c.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dalam kelompok kecil
d.      Memberikan tugas untuk mencatat bahan ajar yang kurang jelas maupun yang akan di pelajari
e.       Mengadakan tanya jawab dan diskusi

3.         Keterlibatan Langsung / Pengalaman
Guru harus menyadari bahwa keaktifan membutuhkan keterlibatan langsung siswa damal kegiatan pembelajaran. Untuk melibatkan siswa secara fisik, mental, emosional,dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran, maka guru guru hendaknya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan pertimbangan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Perilaku sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung/ berpengalaman diantaranya adalah:
a.       Merancang kegiatan pembelajaran pada pembelajaran individual dan kelompok kecil
b.      Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi
c.       Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa
d.      Memberikan tugas kepada siswa untuk memperaktikkan kerakan psikomotor yang dicontohkan
e.       Melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran
     Implikasi lain dari adanya prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak sebagai pengelola kegiatan pembelajaran yang mampu mengarahkan membimbing, dan mendorong siswa ke arah tujuan pengajaran yang ditetapkan.
4.         Pengulangan
Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilih antara kegiatan pembelajaran dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Pengulangan dibutuhkan oleh pesan-pesan pembelajaran yang harus dihafal, selain itu pengulangan juga dibutuhkan terhadap pesan-pesan pembelajaran yang membutuhkan latihan. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan diantaranya adalah:
a.       Merencanakan pelaksanaan pengulangan
b.      Mengembangkan /merumuskan soal-soal latihan
c.       Mengembangkan alat evakuasi kegiatan pengulangan
d.      Membuatkan kegiatan pengulangan yang bervariasi


5.         Tantangan
Apabila guru menginginkan siswa selalu berusaha mencapai tujuan, maka guru harus memberikan tantangan pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan oleh guru melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran  yang dipilih untuk kegiatan pebelajaran. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tantangan di antaranya adalah :
a.       Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukannya secara individual maupun kelompok kecil
b.       Memberikan tugas kepada siswa memecahkan suatu masalah yang membutuhkan orang lain sebagai informan
c.       Menugaskan siswa untuk menyimpulkan isi pelajaran yang telah di sajikan
d.      Memberikan bahan pelajaran dengan memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapatkan tantangan didalamnya
e.       Membimbing siswa untuk menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri
f.        Guru merancang dan mengelola kegiatn diskusi siswa
6.         Balikan dan Penguatan
Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tulisan baik secara individual maupun kelompok. Agar balikan dan penguatan bermakna bagi siswa, guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa. Implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi guru, terwujud perilaku-perlaku yang diantaranya:
a.       Memberikan jawaban yang benar setiap melakukan pertanyaan setelah siswa mencoba menjawabnya
b.      Mengoreksi pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa pada waktu yang telah ditentukan
c.       Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja sisw, berdasarkan hasil koreksi guru terhadap pekerjaan siswa
d.      Membagikan lembar jawaban test pelajaran yang telah dikoteksi oleh guru disertai penilaian dan catatan penting lainnya
e.       Mengumumkan atau mengkonfirmasikan peningkatan yang telah diraih siswa
f.       Memberikan anggukan atau acungan jempul atau isyarat lainnya kepada siswa yang menjawab perranyaan dengan benar
g.      Memberikan imbalan/hadiah kepada siswa yang menyelesaikan tugas dengan baik
7.         Perbedaan Individu
Setiap guru tentunya harus menyadari bahwa menghadapi banyak siswa di dalam suatu kelas berarti menghadapi berbagai macam keunikan atau karakteristik. Konsekuensinya adalah guru harus mampu menghadapi dan melayani setiap siswa dengan karakteristik mereka masing-masing. Implikasi prinsip perbedaan individual bagi guru berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:
a.       Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai dengan karakteristiknya
b.      Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyaksikan pesan pembelajaran
c.       Mengenali karakteristik setiap siswa  sehingga dapat menentukan perilaku pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan
d.      Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan.

BAB III
PENUTUP
3.1        SIMPULAN
Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
       Sehingga siswa sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apa pun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip-prinsip belajar. Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus-menerus
       Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan.
       Kemudian guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi dari adanya prinsip-prinsip belajar ini.implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru tertampak pada rencana pembelajaran maupun pelaksananaan kegiatan pembelajarannya. Guru sejak merencanakan kegiatan pembelajarannya sudah memikirkan prilkunya terhadap  siswa sehingga dapat menarik perhatian dan menimbulkan motivasi siswa untuk belajar.
       Peran guru mengorganisaikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa  berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilih antara kegiatan pembelajaran dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Apabila guru menginginkan siswa selalu berusaha mencapai tujuan, maka guru harus memberikan tantangan pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya.
  
DAFTAR PUSTAKA
            Dimyati, Mudjiono.2009.Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta.