BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu komponen dalam system
pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang
sangat penting dalam system pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan
sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya.
Peserta didik adalah orang yang memiliki
potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik
maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun
dilingkkungan masyarakat dimana anak tersebut berada.
Sebagai
peserta didik juga harus memahami hak dan kewajibanya serta melaksanakanya. Hak
adalah sesuatu yang harus diterima oleh peserta didik, sedangkan kewajiaban
adalah sesuatu yang wajib dilakkukan atau dilaksanakan oleh peserta didik.
Namun
itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik
harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat
didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang
pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki
oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga
mengenali potensi yang dimilikinya.
Dalam
makalah ini, kami mencoba menghidangkan persoalan-persoalan diatas guna mncapai
tujuan pendidikan yang diharapakan, khususnya dalam pendidikan Islam.
B. Rumusan
Masalah
Adapun dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:
1. Pengertian peserta didik
C. Tujuan
Masalah
Untuk
mengetahui pengertian peserta
didik dan bagian-bagiannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Peserta Didik
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu.
Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah
mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental
maupun fikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik
tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju
kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada
pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun
saudara yang lebih tua. Dengan demikina dapat di simpulkan bahwa peserta didik
merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan bentuk sehingga
menjadi suatu produk pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta
didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti
halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam
proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima bantuan yang mungkin tidak
disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik mendapatkan buku pelajaran
tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan betapa banyak
hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan pendistribusian
buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga penjualan.
Dengan
diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan
keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan,
arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau
kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik
harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut.
a. Ciri-ciri peserta didik :
1. kelemahan
dan ketak berdayaannya.
2. berkemauan
keras untuk berkembang.
3. ingin menjadi diri sendiri
(memperoleh kemampuan).
b. Kriteria
peserta didik :
Syamsul
nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :
1. peserta didik bukanlah
miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2. peserta didik memiliki
periodasi perkembangan dan pertumbuhan.
3. peserta didik adalah makhluk
Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan
dimana ia berada.
4. peserta didik merupakan dua
unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik, dan unsur
rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
5. peserta didik adalah manusia yang memiliki
potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Didalam
proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah objek atau
tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan sebagai
subjek atau individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai
dengan keberadaan individu itu sendiri. Sehingga dengan pengakuan tersebut seorang
peserta didik akan mengenal lingkungan dan mampu berkembang dan membentuk
kepribadian sesuai dengan lingkungan yang dipilihnya dan mampu mempertanggung
jawabkan perbuatannya pada lingkungan tersebut.
Sehingga
agar seorang pendidik mampu membentuk peserta didik yang berkepribadian dan
dapat mempertanggungjawabkan sikapnya, maka seorang pendidik harus mampu
memahami peserta didik beserta segala karakteristiknya. Adapun hal-hal yang
harus dipahami adalah :
1. kebutuhannya
2. dimensi-dimensinya
3. intelegensinya
4. kepribadiannya.
B.
Aspek / Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik
Pada sub bab sebelumnya tengah disinggung bahwasannya
untuk mendapatkan keberhasilan dalam proses pendidikan maka seorang pendidik
harus mampu memahami karakteristik seorang peserta didik itu sendiri. Kemudian
salah satu dari nya adalah kebutuhan peserta didik.
Kebutuhan peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh
peserta didik untuk mendapat kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut
wajib dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Menurut
buku yang ditulis oleh Ramayulis, ada delapan kebutuhan peserta didik yang
harus dipenuhi, yaitu :
a. Kebutuhan
Fisik
Fisik
seorang didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses pertumbuhan
fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan :
1. Peserta didik
pada usia 0 – 7 tahun, pada masa ini peserta didik masih mengalami masa
kanak-kanak.
2. Peserta didik pada usia 7 – 14 tahun, pada
usia ini biasanya peserta didik tengah mengalami masa sekolah yang didukung dengan
peraihan pendidikan formal.
3. Peserta didik pada 14 – 21 tahun, pada masa
ini peserta didik mulai mengalami masa pubertas yang akan membawa kepada
kedewasaan.
Pada masa perkembangan ini lah seorang
pendidik perlu memperhatikan perubahan dan perkembangan seorang didik. Karena
pada usia ini seorang peserta didik mengalami masa yang penuh dengan pengalaman
(terutama pada masa pubertas) yang secara tidak langsung akan membentuk
kepribadian peserta didik itu sendiri.
Disamping memberikan memperhatikan hal tersebut, seorang pendidik harus selalu
memberikan bimbingan, arahan, serta dapat menuntun peserta didik kepada arah
kedewasaan yang pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik yang dapat
mempertanggungjawabkan tentang ketentuan yang telah ia tentukan dalam
perjalanan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.
b. Kebutuhan
Sosial
Secara etimologi sosial adalah suatu lingkungan kehidupan. Pada hakekatnya kata
sosial selalu dikaitkan dengan lingkungan yang akan dilampaui oleh seorang
peserta didik dalam proses pendidikan.
Dengan demikian kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan lansung
dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat
lingkungannya, seperti yang diterima teman-temannya secara wajar. Begitu juga
supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya,
guru-gurunya dan pemimpinnya. Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik
dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam pendidikan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sosial adalah digunakan untuk
memberi pengakuan pada seorang peserta didik yang pada hakekatnya adalah
seorang individu yang ingin diterima eksistensi atau keberadaannya dalam
lingkungan masyarakat sesuai dengan keberadaan dirinya itu sendiri.
c. Kebutuhan
Untuk Mendapatkan Status
Kebutuhan
mendapatkan status adalah suatu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh
peserta didik terutama pada masa pubertas dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap
kemandirian, identitas serta menumbuhkan rasa kebanggaan diri dalam lingkungan
masyarakat.
Dalam
proses memperoleh kebutuhan ini biasanya seorang peserta didik ingin menjadi
orang yang dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar
berguna dan dapat berbaur secara sempurna di dalam sebuah lingkungan
masyarakat.
d. Kebutuhan
Mandiri
Ketika seorang peserta didik telah melewati masa anak
dan memasuki masa keremajaan, maka seorang peserta perlu mendapat sikap
pendidik yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk membentuk
kepribadian berdasarkan pengalaman. Hal ini disebabkan karena ketika peserta telah
menjadi seorang remaja, dia akan memiliki ambisi atau cita-cita yang mulai
ditampakkan dan terfikir oleh peserta didik, inilah yang akan menuntun peserta
didik untuk dapat memilih langkah yang dipilihnya.
Karena
pembentukan kepribadian yang berdasarkan pengalaman itulah yang menyebabkan
para peserta didik harus dapat bersikap mandiri, mulai dari cara pandang mereka
akan masa depan hingga bagaimana ia dapat mencapai ambisi mereka tersebut.
Kebutuhan mandiri ini pada dasarnya memiliki tujuan utama yaitu untuk
menghindarkan sifat pemberontak pada diri peserta didik, serta menghilangkan
rasa tidak puas akan kepercayaan dari orang tua atau pendidik, karena ketika
seorang peserta didik terlalu mendapat kekangan akan sangat menghambat daya
kreatifitas dan kepercayaan diri untuk berkembang.
e. Kebutuhan
Untuk Berprestasi
Untuk mendapatkan kebutuhan ini maka peserta didik
harus mampu mendapatkan kebutuhan mendapatkan status dan kebutuhan mandiri
terlebih dahulu. Karena kedua hal tersebut sangat erat kaitannya dengan
kebutuhan berprestasi. Ketika peserta didik telah mendapatkan kedua kebutuhan
tersebut, maka secara langsung peserta didik akan mampu mendapatkan rasa
kepercayaan diri dan kemandirian, kedua hal inilah yang akan menuntun langkah peserta didik untuk mendapatkan
prestasi.
f. Kebutuhan
Ingin Disayangi dan Dicintai
Kebutuhan ini tergolong sangat penting bagi peserta
didik, karena kebutuhan ini sangatlah berpengaruh akan pembentukan mental dan prestasi
dari seorang peserta didik. Dalam sebuah penelitian membuktikan bahwa sikap
kasih sayang dari orang tua akan sangat memberikan mitivasi kepada peserta
didik untuk mendapatkan prestasi, dibandingkan dengan dengan sikap yang kaku
dan pasif malah akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan sikap
mental peserta didik. Di dalam agama Islam, umat islam meyakini bahwa kasih
sayang paling indah adalah kasih sayang dari Allah. Oleh karena itu umat muslim
selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang dan kenikmatan dari Allah.
Sehingga manusia tersebut mendapat jaminan hidup yang baik. Hal ini yang
diharapkan para pakar pendidikan akan pentingnya kasih sayang bagi peserta
didik.
g. Kebutuhan
Untuk Curhat
Ktika seorang peserta didik menghadapi masa pubertas,
meka seorang peserta didik tersebut tengah mulai mendapatkan problema-probelama
keremajaan. Kebutuhan untuk curhat biasanya ditujukan untuk mengurangi beban
masalah yang dia hadapi. Pada hakekatnya ketika seorang yang tengah menglami
masa pubertas membutuhkan seorang yang dapat diajak berbagi atau curhat.
Tindakan ini akan membuat seorang peserta didik merasa bahwa apa yang dia
rasakan dapat dirasakan oleh orang lain. Namun ketika dia tidak memiliki
kesempatan untuk berbagi atau curhat masalahnya dengan orang lain, ini akan
membentuk sikap tidak percayadiri, merasa dilecehkan, beban masalah yang makin
menumpuk yang kesemuanya itu akan memacu emosi seorang peserta didik untuk
melakukan hal-hal yang berjalan ke arah keburukan atau negatif.
h. Kebutuhan
Untuk Memiliki Filsafat Hidup
Pada hakekatnya seetiap manusia telah memiliki
filsafat walaupun terkadang ia tidak menyadarinya. Begitu juga dengan peserta
didik ia memiliki ide, keindahan, pemikiran, kehidupan, tuhan, rasa benar,
salah, berani, takut. Perasaan itulah yang dimaksud dengan filsafat hidup yang
dimiliki manusia.
Karena terkadang seorang peseta didik tidak menyadair akan adanya ikatan
filsafat pada dirinya, maka terkadang seorang peserta didik tidak menyadari
bagaimana dia bisa mendapatkannya dan bagaimana caranya. Filsafat hidup sangat
erat kaitannya dengan agama, karena agama lah yang akan membimbing manuasia
untuk mendapatkan dan mengetahui apa sebenarnya tujuan dari filsafat hidup.
Sehingga tidak seorangpun yang tidak membutuhkan agama.
Agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia, sehingga
tatkala seorang peserta didik mengalami masa kanak-kanak, ia telah memiliki
rasa iman. Namun rasa iman ini akan berubah seiring dengan perkembangan usia
peserta didik. Ketika seorang peserta didik keluar dari masa kanak-kanak, maka
iman tersebut akan berkembang, ia mulai berfikir siapa yang menciptakan saya,
siapa yang dapat melindungi saya, siapa yang dapat memberikan perlinfungan
kepada saya. Namun iman ini dapat menurun tergantung bagaiman ia beribadah.
Pendidikan agana disamping memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan
psikologis ataupun kebutuhan primer maupun skunder, maka penekanannya adalah
pemenuhan kebutuhan anak didik terhadap agama karena ajaran agama yang sudah
dihayati, diyakini, dan diamalkan oleh anak didik, akan dapat mewarnai seluruh
aspek kehidupannya.
C. Dimensi –
Dimensi Peserta Didik
Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta
didik untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di
masa yang akan datang (kedewasaan).
Widodo Supriyono, dalam bukunya yang berjudul Filsafat manusia dalam Islam,
secara garis besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani.
Dalam bukunya ia menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai potensi
kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam
bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab), dapat berfikir atau merenung,
memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat, atau mengambil
pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai
tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania dengan membawa
fitrah.
Didalam Sub Bab ini penulis hanya akan membahas 7 dimensi saja. Adapun
ketujuh dimensi tersebut ialah : dimensi fisik, dimensi akal, dimensi
keberagamaannya, dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi
sosial.
a. Dimensi
Fisik (Jasmani)
Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur abaiotik.
Manusia sebagai peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan
makhluk lain seperti hewan. Namun yang membedakan adalah manusia lebih sempurna
dari hewan, hal ini dikarenakan manuasia memiliki nafsu yang dibentengi oleh
akal sedangkan hewan hanya memiliki nafsu dan insthink bukanya akal.
Antara manusia dan hewan jika dilihat susunan penciptaan secara abiotik dan
biotik manusia dan hewan memiliki proses penciptaan dan struktur yang sama,
yaitu tercipta dari inti sari tanah, air, api, dan udara. Dari keempat elemen
abiotik itu oleh Allah SWT diciptakanlah makhluk yang didalamnya diberikan
sebuah energi kehidupan yang berupa ruh.
Ramayulis, dalam bukunya ia mengambil pendapat Alghazali yang menyatakan bahwa
daya hidup yang berupa ruh ini merupakan vitalitas kehidupan yang sangat
bergantung pada konstruksi fisik seperti susunan sel, fungsi kelenjar, alat
pencernaan, susunan saraf, urat, darah, daging, tulang sumsum, kulit, rambut,
dan sebagainya.
b. Dimensi
Akal
Ramayulis dalam bukunya ia mengambil pendapat al –
Ishfahami yang membagi akal menjadi dua macam yaitu :
- Aql Al-Mathhu’ :
yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah Illahi.
- Aql al-masmu :
yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh
manusia. Akal ini tidak dapat dilepaskan dari diri manusia, karena
digunakan untuk menggerakkan akal mathhu untuk tetap berada di jalan
Allah.
Akal memiliki fungsi sebagai
berikut :
1. Akal
adalah penahan nafsu.
2. Akal adalah
pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi. sesuatu baik yang
nampak jelas maupun yang tidak jelas.
3. Akal adalah petunjuk yang
membedakan hidayah dan kesesatan.
4. Akal adalah kesadaran batin
dan pengaturan.
5. Adalah pandangan batin yang
berpandangan tembus melebihi penglihatan mata
6. Akal adalah daya ingat mengambil dari masa
lampau untuk masa yang akan dihadapi.
Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri
sendiri, ia membutuhkan bantuan qolb (hati) agar dapat memahai sesuatu yang
bersifat ghoib seperti halnya ketuhanan, mu’jizat, wahyu dan mempelajarinya
lebih dalam. Akal yang seperti ini adalah potensi dasar manusia yang ada pada
diri manusia sejak lahir. Potensi ini perlu mendapatkan bimbingan serta didikan
agar tetap mampu berkembang kearah yang positif.
c. Dimensi
Keberagaman
Manusia sejak lahir kedunia telah menerima kodrat
sebagai homodivinous atau homo religius yaitu
makhluk yang percaya akan adanya tuhan atau makhluk yang beragama. Dalam agama
islam diyakini bahwa pada saat janin manusia berada dalam kandungan seorang
ibu, dan ketika ditiupkan nyawa kedalam janin tersebut oleh sang kholiq, maka
janin mengatakan bahwa aku akan beriman kepada-Mu (Allah). Dari sinilah manusia
mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kepercayaan akan adanya tuhan
sejak lahir.
Berkaitan
dengan adanya kepercayaan akan adanya tuhan, ilsam memiliki tiga implikasi dasar
pada diri manusia yang didasarkan dari adanya satu kesamaan dari jutaan
perbedaan yang terdapat diri manusia, yaitu :
1. impikasi yang
berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana fitrah dikembangkan seoptimal
mungkin dengan tidak mendikotomikan materi
2. tujuan (ultimate
goal) pendidikan, yaitu insan kamil yang akan berhasil jika manusia
menjalankan tugasnya sebagi abdullah dan kholifah
3. muatan materi
dan metodologi pendidikan, diadakan spesialisasi dengan metode
integralistik dan disesuaikan dengan fitrah manusia.
d. Dimensi
Akhlak
Kata akhlak dalam pendidikan islam adalah seuatu yang
sangat diutamakan. Dalam islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan
agama sehingga dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama.
Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu
hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna
kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam islam
bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yaitu keridhoan
dari Allah SWT.
Akhlak dalam islam memiliki tujuh ciri, yaitu :
1. bersifat
menyeluruh atau universal
2. menghargai
tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi
3. bersifat
sederhana atau tidak berlebih-lebihan
4. realistis,
sesuai dengan akal dan kemampuan manusia
5. kemudahan,
manusia tidak diberi beban yang melebihi kemampuannya
6. mengikat
kepercayaan dengan amal, perkataan, perbuatan, teori, dan praktek
7. tetap
dalam dasar-dasar dan prinsip-prisnsip akhlak umum.
Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir
kedunia, dengan tujuan untuk membentuk manusia yang bermoral baik, berkemauan
keras, bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Namun
perlu disadari bahwasannya pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari adanya
pengalaman pada diri peserta didik.
Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti
dari kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang kehadiran manusia itu
sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah SWT. Ketika manusia
mendapatkan ma’rifat tersebut, maka manusia secara langsung akan dapat
mengenali dirinya sendiri sekaligus mengenal tuhannya. Dalam prespeksi islam
hal ini merupakan tingkat kecerdasan yang paling tinggi.
e. Dimensi
Rohani (Kejiwaan)
Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi
rohani dalah adalah dimensi yang sangat penting dan harus ada pada peserta
didik. Hal ini dikarenakan rohani (kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan
manusia untuk hidu bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia
tidak akan sempurna debelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya.
Menurut Al- Ghazali ruh terbagi menjadi dua bentuk, yaitu al – ruh dan al-
nafs.Al-ruh adalah daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri,
tuhan, dan mencapai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menentukan manusia
berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi motivator sekaligus penggerak
bagi manusia untuk menjalankan perintah Allah.Al-nafs adalah
pembeda dengan makhluk lainnya dengan kata lain pembeda tingkatan manusia
dengan makhluk lain yang sama-sama memiliki al-nafs seperti
halnya hewan dan tumbuhan.
Menurut pendapat Al-Syari’ati ruh adalah bersifat dinamis, sehingga dengan
sifat yang dinamis itu, memungkinkan manusia untuk mencapai derajat yang
setinggi-tingginya. Atau malah akan menjerumuskannya dari pada derajat yang
serendah-rendahnya. Hal ini dikarenakan manusia yang memiliki kebebasan untuk
mendekatkan diri ke arah kutub rab nya atau malah kearah kutub tanah. Dengan
demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa ruh manusia dapat berkembang
ketaraf yang lebih tinggi apabila bergerak kearah ruh illahinya.
f. Dimensi
Seni (Keindahan)
Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat
pada diri manusia. Sehingga senia dalam diri manusia harus lah dikembangkan.
seni dalam diri manusia merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Namun
tujuan utama seni pada diri manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan
menajalankan fungsi kekhalifahannya serta mendapatkan kebahagiaan spiritual
yang menjadi rahmat bagi sebagian alam dan keridhoan Allah SWT.
Dalam agama islam Allah telah menghadirkan dimensi seni ini didalam Al-Qur’an.
Kitab suci Al-qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia nan indah.
Hal ini karena A-lqur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk memberikan
kebijakan dan pengetahuan kepada seluruh semesta Alam. Sehingga kesastraan yang
terdapat di dalam Al-Qur’an benar-benar menunjukkan kehadiran Illahi didalam
mu’jizat yang bersifat universal ini.
Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia. Semakin
tinggi iman yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat merasakan
keindahan akan segala sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.
g. Dimensi
Sosial
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya
dengan sebuah golongan, kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan
terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber
utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Didalam islam dimensi sosial
dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya
diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang
bersifat umum.
Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang
dinamis antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial
yang kuat akan mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong
sesama serta menunjukkan cermin keimanan kepada Allah SWT.
D. Tingkat
Intelegensi Peserta Didik
Secara bahasa Integensi dapat diartikan dengan kecerdasan, pemahaman,
kecepatan, kesempurnaan sesuatu atau kemampuan. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indoneseia (KBBI) intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan
keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuan dan kecerdasannya.
Berdasarkan pengertian diatas jelaslah bahwa intelegensi peserta didik adalah
kecerdasan yang dimiliki peserta didik yang digunakan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang baru ataupun memahami sesuatu yang baru berdasarkan tingkat
kecerdasan dan tujuan. Sehingga intelegensi atau kecerdasan dalam pendidikan
islam dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu :
1. kecerdasan
intelektual
2. kecerdasan
emosional
3. kecerdasan
spiritual
4. Kecerdasan
Qalbiyah.
1. Kecerdasan
Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan pengambangan
tingkat kemampuan dan kecerdasan otak, logika atau IQ. Ramayulis dalam bukunya
menyatakan, kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan
otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara
fungsional dengan yang lain.
Kecerdasan intelektual pada diri manusia sangat erat kaitannya dengan proses
berfikir atau kecerdasan fikiran yang disebut dengan aspek kognitif. Dalam
aspek ini manusia dipaksa untuk dapat mempertimbangkan sesuatu, memecahkan atau
memutuskan sesuatu masalah dengan menggunakan fikiran yang logis (logika).
Secara umum kecerdasan intelektual dapat digolongkan sebagai berikut :
Tingkat Inteltua
Super normal
Normal
dan sedikit dibawah normal
Sub Normal
- Normal
atau subnormal, IQ 90 – 110
- Berdorline,
IQ 70 – 90
- Debil,
IQ 50 – 70
- Insibil,
IQ 25 – 50
- Idiot,
IQ 20 – 25”
- Genius,
IQ diatas 140
- Gifted,
IQ 130 – 140
Menurut pengantar pendidikan anak luar biasa yang disusun oleh Sam Isbani,
mengatakan bahwa tingkat intelegensi peserta didik dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
- berkelainan sosial
- berkelainan
jasmani
- berkelainan
mental
- anak
nakal/ delinquen
- anak
yang menyendiri, menjauhkan diri dari masyarakat
- anak
timpang
- anak
berkelainan penglihatan
- anak
berkelainan pendengaran
- anak
berkelainan bicara
- anak
kerdil
- tingkat
kecerdasan rendah
- tingkat
kecerdasan tinggi.
2.
Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Gomelen, kecerdasan Emosional adalah
kemampuan untuk memotovasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati,
menjaga akan beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan
berdo’a.
Secara umum kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual saling berkaitan
satu sama lain. Jika kecerdasan intelektual yang dihasilkan otak kiri digunakan
untuk berfikir atau memecahkan suatu masalah, maka kecerdasan emosional yang
dihasilkan oleh otak kanan digunakan untuk memberikan motivasi, mendorong
kemauan dan mengendalikan dorongan hati. Sehingga dengan adanya kecerdasan
dalam diri peserta didik, peserta didik akan mampu memotivasi dirinya sendiri
untuk melakukan sesuatu hal yang bersifat positif, bahkan diharapakan dengan
adanya kecerdasan ini seorang peserta didik mampu untuk menghilangkan rasa
malas yang timbul pada dirinya.
Ari Ginanjar mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan
dengan kecerdasan emosional, sebagai berikut :
- Konsistensi
(istiqamah)
- Kerendahan
hati (tawadhu’)
- Berusaha
dan berserah diri (tawakkal)
- Ketulusan
(ikhlas), totalitas (kaffah)
- Keseimbangan
(tawazun)
- Integritas
dan penyempurnaan (ihsan)
Didalam islam hal tersebut disebut
dengan akhlaq al karimah. Akhlaq Al Karimah ini mampu mengendalikan
seseorang dari keinginan-keinginan, yang bersifat negatif, dan sebaliknya
mengarahkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang posistif.
Solovery menerangkan tentang ciri-ciri kecerdasan emosional sebagai berikut :
1. Respon
yang cepat namun ceroboh
2. Mendahulukan
perasaan daripada fikiran
3. Realitas
simbolik yang seperti anak-anak
4. Masa
lampau diposisikan sebagai masa sekarang
5. Realitas
yang ditentukan oleh keadaan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional
yang bekerja secara acak tanpa pemikiran yang logis. Apabila tidak didampingi
oleh pemikiran yang bersifat logis (Kecerdasan Intelektual) dikhawatirkan malah
akan mendorong peserta didik untuk melakukan hal-hal yang negatif atau
melakukan sesuatu yang monoton (tidak berkembang).
Jalaludin Rahmat, dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional prespektif,
mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kecerdasan emosional yang tinggi harus
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. musyarathah,
berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan membuang
perbuatan buruk
2. muraqobah,
memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari
3. muhasabah,
melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan
4. mu’atabah
dan mu’aqabah, mengecam keburukan yang dikerjakan dan menghukum diri sendiri.
3. Kecerdasan
Spiritual
Secara etimologi spritual berarti
yang berkehidupan atau sifat hidup. Kecerdasan spiritula pada diri manusia
berorientasi pada dua hal, yakni berorientasi kepada hal yang bersifat duniawi
dan agama.
Ketika seseorang mengorirntasikan kecerdasan spiritual kedalam sesuatu yang
bersifat duniawai, maka yang hadir dalam dirinya adalah bagaimana ia dapat memaknai
hidup dan mengelola nilai-nilai kehidupan. Bukan untuk menentukan atau memilih
keyakinan dan kepercayaan akan suatu agama.
Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan spiritual
adalah pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya menjadi
ma’rifat kepada Allah SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut, maka
manusia secara langsung akan dapat mengenali dirinya sendiri sekaligus mengenal
tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini merupakan tingkat kecerdasan yang
paling tinggi.
Kecerdasan
spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Bersikap
asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang sempurna tentang
ke-Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut akan makhluk.
2. Berusaha
mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untuk kemajuan hidup dan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.
3. Berfikit
lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua keunggulan
manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran akan adanya
sifat maha yang dimiliki oleh sang pencipta alam sehingga membuat manusia
tersentuh perasaan dan mampu menanamkan sikap tunduk dan patuh yang mebuat hati
bergetar ketika dapat merasakan sifat kemahaan tersebut.
Dalam islam kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan peningkatan iman
yang merupakan sumber ketenangan batin dan keseleamatan, serta melakukan ibadah
yang dapat membersihkan jiwa seseorang.
h. Kecerdasan
Qalbiyah
Secara etimologi qalbiah berasal dari kata qalbu yang
berarti hati. Dalam pengertian istilah kecerdasan qalbiyah berarti kemampuan
manusia untuk memahami kalbu dengan sempurna dan mengungkapkan isi hati dengan
sempurna sehingga dapat menjalin hubungan moralitas yang sempurna antara
manusia dan ubudiyah.
Kecerdasan kalbu pada diri manusia yang sempurna akan menghandirkan kecerdasan
agama dalam dirinya. Kecerdasan agama adalah tingkat kecerdasan yang lebih
tinggi dari kecerdasan qalbiyah. Ketika seseorang telah mencapai kecerdasan
agama maka secara langsung seorang tersebut akan memiliki kecerdasan yang
melampaui kecerdasan intelktula, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual.
Ramayulis dalam bukunya menyatakah bahwa ciri utama kecerdasan qalbiyah adalah:
1. respon
yang intuitif ilabiab
2. lebih mendahulukan
nilai-nilai ketuhanan dari pada nilai-nilai kemanusiaan
3. realitas subyektif
diposiskan sama kuatnya posisinya, atau lebih tinggi dengan realitas obyektif
4. didapat
dengan pendekatan penerapan spiritual keagamaan dan pensucian diri.
E. Etika
Peserta Didik
Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan.
Dalam etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis,
menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta didik, yaitu :
1. Belajar
dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada Allah SWT,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan
jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.
2. Mengurangi
kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi.
Dan Sesungguhnya
hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
(Adh Dhuha : 4)
3. Bersikap
tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidikannya.
4. Menjaga
pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran
5. Mempelajari
ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6. Belajar
dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang
sukar.
7. Belajar
ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga
anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8. Mengenal
nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9. Memprioritaskan
ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai
pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam
kehidupan dinia akherat.
11. Anak didik harus tunduk pada
nasehat pendidik.
Agar peserta didik mendapatkan keridhoan
dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami
etika yang harus dimilkinya, yaitu :
a. Peserta didik hendaknya
senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
b. Tujuan belajar hendaknya
ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
c. Memiliki kemauan yang kuat
untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d. Setiap
peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
e. Peserta
didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak
peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :
1. Peserta
didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia
menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati
yang bersih.
2. Peserta
didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan
sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3. Seorang
peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam
menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4. Seorang
harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik, berusaha
memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang peserta didik dalam
pendidikan islam dalam bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai
berikut :
- Peserta
didik adalah individu yang mengalami perkembangan dan perubahan, sehingga
ia harus mendapatkan bimbingan dan arahan untuk membentuk sikap moral dan
kepribadian.
- Kebutuhan
peserta didik yang berupa kebutuhan fisik, sosial, mendapatkan status,
mandiri, berprestasi, ingin disayangi dan dicintai, curhat, dan
mendapatkan filsafat hidup harus dipenuhi oleh pendidik untuk menunjang
perkembangan dan pembentukan sikap moral peserta didik sebagai insan
kamil.
- Peserta
didik memiliki beberapa dimensi penting yang mempengaruhi akan
perkembangan peserta didik, dimensi ini harus diperhatikan secara baik
oleh pendidik dalam rangka mencetak peserta didik yang berakhlak mulia dan
dapat disebut sebagai insan kamil.
- Peserta
didik akan melampaui kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual
ketika ia telah mencapai tingkatan ilmu yang melibihi tingkatan kecerdasan
qalbiyah, yaitu kecerdasan agama.
- Etika
peserta didik dalam proses pendidikan islam sangatlah berperan penting
dalam proses perkembangan dan pencapaian peserta didik sebagai insan
kamil.